Wacana Moratorium IKN Mencuat, Ini Respons DPR dan Ekonom
- account_circle Redaksi
- calendar_month Ming, 27 Jul 2025

Wacana moratorium megaproyek Ibu Kota Nusantara (IKN) mencuat. Politikus dan Ekonom melontarkan pendapat yang berbeda. (Istimewa)
FOKUSETAM.COM, JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI dari Partai NasDem, Saan Mustopa, melontarkan wacana moratorium pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Ia mengusulkan hal itu di tengah ketidakjelasan nasib IKN, terutama karena Presiden belum menandatangani peraturan presiden (perpres) tentang IKN.
Saan juga menyoroti kondisi keuangan negara yang seret, sehingga berimbas ke berbagai sektor, termasuk megaproyek IKN senilai Rp466 triliun.
Melansir Inilah.com, Minggu (27/7/2025), ia menilai pemerintah perlu segera mengambil keputusan terkait pemindahan ibu kota dari Jakarta ke IKN, melalui penerbitan perpres.
“Pemerintah perlu melakukan moratorium sementara sambil menyesuaikan pembangunan IKN dengan kemampuan fiskal dan prioritas nasional,” ujarnya.
USULKAN IKN JADI IBU KOTA KALTIM
Saan mengusulkan agar pemerintah mengubah status IKN menjadi ibu kota Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Menurutnya, opsi ini dapat menghentikan polemik seputar status IKN sekaligus memastikan infrastruktur yang sudah terbangun dapat bermanfaat dengan optimal.
Ia juga menyarankan agar pemerintah mulai memindahkan kegiatan pemerintahan secara bertahap. Salah satu langkah konkret yang ia tawarkan adalah memindahkan kantor wakil presiden dan beberapa kementerian ke IKN.
Wacana tersebut memicu pro dan kontra dalam parlemen. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, menyatakan bahwa pihaknya akan membahas lebih lanjut usulan tersebut.
“Soal moratorium perlu atau tidak, nanti kami akan melakukan kajian yang lebih mendalam,” ucap Bahtra pada Selasa (22/7/2025) lalu.
RISIKO MORATORIUM IKN
Sementara itu, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, Andry Satrio Nugroho, mengingatkan bahwa moratorium pembangunan IKN berisiko jika tidak secara hati-hati.
Ia mencatat bahwa proyek IKN telah menelan anggaran sebesar Rp151 triliun, terdiri dari Rp89 triliun dari APBN dan Rp58,41 triliun dari investasi swasta. Pemerintah juga telah menganggarkan Rp48,8 triliun untuk pembangunan lanjutan hingga 2029. Berdasarkan rencana awal, pembangunan IKN akan berlangsung hingga 2045 dengan total kebutuhan dana Rp466 triliun.
“Menurut saya, IKN itu too big to fail. Artinya, proyek ini sudah terlalu besar untuk dibatalkan begitu saja,” ujar Andry.
Ia menekankan bahwa negara tetap harus menganggarkan dana perawatan infrastruktur yang sudah ada agar tidak rusak dan justru merugikan negara.
Andry menyarankan dua opsi: pertama, pemerintah segera memindahkan ibu kota negara ke IKN. Kedua, pemerintah bisa mengubah status IKN menjadi ibu kota Provinsi Kaltim agar tetap bisa memanfaatkan infrastruktur.
“Kalau tidak mengambil dua opsi itu dan menghentikan proyek, maka IKN berisiko mangkrak. Dan bila itu terjadi, harus ada pihak yang bertanggung jawab atas kerugian investasi negara,” tegasnya.
DUKUNG MORATORIUM IKN
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, justru mendukung usulan moratorium pembangunan IKN.
“Nusantara ini bisa berfungsi sebagai kantor wakil presiden agar infrastruktur yang sudah terbangun tidak sia-sia. Selain itu, IKN bisa sebagai pusat pelatihan militer,” jelas Bhima.
Ia juga mengusulkan agar pemerintah menjadikan IKN sebagai proyek percontohan ekonomi restoratif. Salah satunya dengan memulai penghijauan terhadap lahan-lahan yang sudah dibuka namun belum dibangun infrastruktur.
Menurutnya, inisiatif ini tidak hanya membuka lapangan kerja, tetapi juga mendukung pemulihan alam. Alternatif lainnya, Bhima menyarankan agar IKN menjadi destinasi wisata.
“Dengan infrastruktur yang ada, menjadikan IKN sebagai tempat wisata dapat menghasilkan pendapatan untuk menutup biaya operasional,” pungkasnya.
- Penulis: Redaksi